Total Tayangan Halaman

Jumat, 04 November 2011

Laboratorium Rumah Sakit Nene Mallomo Sidrap

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 364/MENKES/SK/III/2003
TENTANG
LABORATORIUM KESEHATAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan laboratorium kesehatan sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan harus diselenggarakan secara
bermutu, merata dan terjangkau sangat diperlukan untuk
mendukung pelayanan laboratorium kesehatan yang baik;
b. bahwa sehubungan dengan butir a tersebut di atas perlu ditetapkan
Keputusan Menteri Kesehatan tentang Laboratorium Kesehatan;
Mengingat
: 1.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3852);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4090);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
2001 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4262);
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1244/Menkes/SK/XII/1994
tentang Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan
Biomedis;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 04/Menkes/SK/I/2002
tentang Laboratorium Kesehatan Swasta;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 359/Menkes/SK/IV/2002
tentang Pedoman Perhitungan Tarif Laboratorium Kesehatan;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 943/Menkes/SK/VIII/2002
tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium Kesehatan;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
LABORATORIUM KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam keputusan ini dengan :
1. Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan
pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia
atau bahan bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab
penyakit, kondisi kesehatan atau factor yang dapat berpengaruh pada kesehatan
perorangan dan masyarakat.
2. Laboratorium klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan
pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik,
parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi dan atau bidang lain yang
berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang
upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;
3. Laboratorium kesehatan masyarakat adalah laboratorium kesehatan yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang mikrobiologi, fisika, kimia dan
atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat dan
kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan masyarakat.
BAB II
JENIS LABORATORIUM KESEHATAN
Pasal 2
Jenis laboratorium kesehatan berdasarkan pelayanan terdiri dari :
a. Laboratorium klinik.
b. Laboratorium kesehatan masyarakat
BAB III
PENYELENGGARAAN
Pasal 3
(1) Laboratorium kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta.
(2) Laboratorium kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
laboratorium yang mandiri atau terintegrasi di dalam sarana pelayanan kesehatan
lainnya.
Pasal 4
Penyelenggaraan laboratorium kesehatan pemerintah baik sebagai Unit Pelaksana
Teknis Pusat atau Unit Pelaksana Teknis Daerah, dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
(1) Laboratorium kesehatan swasta dapat diselenggarakan oleh perorangan atau
badan hukum, dengan penanaman modal dalam negeri dan atau penanaman
modal asing.
(2) Laboratorium kesehatan swasta dengan penanaman modal asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat didirikan terintegrasi dengan sarana
pelayanan kesehatannya.
BAB IV
PERIZINAN
Pasal 6
Penyelenggaraan laboratorium kesehatan swasta hanya dapat dilaksanakan setelah
memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 7
Izin laboratorium kesehatan yang diselenggarakan secara terintegrasi di sarana
pelayanan kesehatan melekat pada izin pendirian sarananya.
Pasal 8
Tata cara memperoleh izin laboratorium swasta dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
P E R S Y A R A T A N
Pasal 9
(1) Laboratorium kesehatan harus memenuhi persyaratan meliputi lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan, ketenagaan dan kemampuan pemeriksaan laboratorium.
(2) Persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan, ketenagaan dan kemampuan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Laboratorium kesehatan harus memiliki sarana pengelolaan limbah.
(4) Dalam melaksanakan pengelolaan limbah laboratorium sebagaimana dimaksud
ayat (3) harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB VI
P E L A Y A N A N
Pasal 10
Dalam menyelenggarakan pelayanan, laboratorium kesehatan berkewajiban untuk ;
a. Menghormati hak pengguna jasa.
b. Menyelenggarakan pelayanan laboratorium sesuai dengan standar pelayanan
dan pedoman yang berlaku.
c. Menyediakan pelayanan laboratorium secara professional dan menjaga mutu
pelayanan laboratorium.
d. Menyelenggarakan pemantapan mutu internal dan mengikuti kegiatan
pemantapan mutu eksternal yang diakui oleh pemerintah bekerjasama dengan
organisasi profesi.
e. Memasang papan nama yang minimal memuat nama dan nomor izin
laboratorium kesehatan.
f. Memperhatikan fungsi social.
g. Membantu program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
h. Memberikan informasi kepada pengguna jasa mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan pemeriksaan laboratorium yang akan dilaksanakan.
i. Menjamin kerahasian identitas dan hasil pemeriksaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
j. Menyelenggarakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja.
Pasal 11
(1) Laboratorium kesehatan dilarang mengiklankan hal-hal yang bertentangan
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(2) Materi iklan laboratorium kesehatan hanya diperkenankan berkaitan dengan
tempat dan produk layanan laboratorium.
Pasal 12
(1) Laboratorium kesehatan dalam melakukan pemeriksaan harus atas dasar
permintaan tertulis.
(2) Permintaan tertulis yang dimaksud pada ayat(1) bagi laboratorium klinik berasal
dari :
a. Dokter.
b. Dokter spesialis.
c. Dokter gigi/dokter gigi spesialis untuk pemeriksaan keperluan kesehatan
gigi dan mulut
d. Bidan untuk pemeriksaan kehamilan dan kesehatan ibu.
e. Instansi pemerintahan untuk kepentingan penegakan hukum.
(3) Permintaan tertulis yang dimaksud pada ayat(1) bagi laboratorium kesehatan
masyarakat berasal dari :
a. Masyarakat,
b. Perorangan,
c. Instansi pemerintah dan atau swasta
Pasal 13
(1) Setiap laboratorium kesehatan wajib melaksanakan pencatatan dan pelaporan
mengenai pelaksanaan kegiatan laboratorium.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Surat permintaan pemeriksaan.
b. Hasil pemeriksaan
c. Hasil pemantapan mutu
d. Hasil rujukan.
(3) Pelaporan kegiatan laboratorium meliputi pula laporan mengenai penyakit
menular, kejadian luar biasa dan hal lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan
yang nerlaku
(4) Pemusnahan arsip pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-umdangan yang
berlaku.
BAB VII
T A R I F
Pasal 14
(1) Laboratorium kesehatan dalam menentukan besaran tarif pelayanan harus
memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat setempat.
(2) Besaran tariff pelayanan didasarkan pada perhitungan harga satuan setiap jenis
pemeriksaan ditambah jasa lain.
(3) Harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dari biaya bahan,
jasa pelayanan serta biaya sarana laboratorium kesehatan.
(4) Pelaksanaan perhitungan tariff sebagaimana dimaksud pada ayat (1),(2), dan (3)
sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
BAB VIII
R U J U K A N
Pasal 15
(1) Laboratorium kesehatan hanya dapat melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan
kemampuannya, dan wajib merujuk pemeriksaan ke laboratorium kesehatan
yang lebih mampu.
(2) Laboratorium kesehatan yang merujuk pemeriksaan sebagimana dimaksud pada
ayat (1) harus menyampaikan hasil pemeriksaan rujukan yang asli kepada
pengguna jasa laboratorium.
(3) Laboratorium kesehatan rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memberikan informasi tentang metode pemeriksaan yang digunakan kepada
laboratorium kesehatan yang merujuk.
BAB IX
A K R E D I T A S I
Pasal 16
Laboratorium kesehatan wajib mengikuti akreditasi laboratorium yang
diselenggarakan oleh instansi yang diakui secara nasional atau internasional sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 17
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan laboratorium kesehatan
dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berjenjang, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagimana dimaksud
ayat (1) dapat dibentuk Tim dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait.
BAB XI
S A N K S I
Pasal 18
Pelanggaran terhadap ketentuan Keputusan ini dapat dikenakan sanksi administrative
dari teguran lisan sampai dengan penghentian kegiatan dan atau pencabutan izin oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan keputusan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Maret 2003
MENTERI KESEHATAN,
Dr. ACHMAD SUJUDI

Minggu, 17 April 2011

MAKALAH KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Penyelenggaraan program pokok pembangunan kesehatan memerlukan pengorganisasian yang luas dan seksama pada berbagai tingkat administrasi. UU Nomor 22 / 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 25 / 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta berbagai peraturan pelaksanaan yang relevan telah memberi dimensi baru dalam tata hubungan baru antara pusat dan daerah dalam pembangunan kesehatan.
Konsekuensi logis perubahan politik dan ekonomi dari penerapan otonomi daerah adalah perlunya transformasi pelayanan kesehatan yang semula bersifat one-size-fits-all menjadi lebih local spesifik. Ciri transformasi ini adalah penerapan manajemen pelayanan kesehatan yang semula sangat sentralistik menjadi lebih berorientasi pada kebutuhan lokal. Tiga indikator utama transformasi pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
  1. Semakin berkurangnya intervensi pemerintah pusat terhadap penentuan prioritas pelayanan kesehatan di suatu daerah
  2. Semakin berkurangnya kontrol pemerintah pusat terhadap penentuan besarnya alokasi sumber daya untuk suatu jenis pelayanan kesehatan
  3. Semakin besarnya penyerahan wewenang pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada pemerintah kabupaten / kota setempat.
  1.  Secara ideologis, transformasi ini memberikan peluang yang lebih luas serta tanggung jawab yang lebih besar kepada setiap orang, keluarga, atau komuniti untuk menentukan sendiri pilihan pelayanan kesehatan yang diperlukannya. Secara politis, transformasi ini berarti membatasi janji-janji yang dapat diberikan oleh pemerintah pusat dan sekaligus pula harapan-harapan yang dapat digantungkan kepada pemerintah pusat. Karena setiap hari dan dari hari ke hari harapan orang, keluarga dan komuniti untuk hidup lebih sehat semakin besar, maka tuntutan dan permintaan terhadap Sistem Kesehatan Daerah (Siskesda) akan semakin besar pula. Jelas, akan ada suatu limit yang membatasi kemampuan finansial, jenis, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, sebuah Siskesda seyogyanya mencerminkan suatu kebijakan publik tentang jenis, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan yang harus disediakan oleh pemerintah untuk seseorang, keluarga atau komuniti agar tetap sehat.
Dalam era otonomi daerah, desentralisasi kewenangan sesungguhnya memberi kesempatan yang amat langka bagi semua pihak untuk memperkenalkan prinsip-prinsip dan meletakkan elemen-elemen yang dibutuhkan untuk membangun akuntabilitas publik dan mekanisme pembiayaan kesehatan yang lebih sehat. Namun kenyataan di lapangan setelah otonomi daerah efektif pada 1 Januari 2001 menunjukkan bahwa kesempatan tersebut tidak / belum dapat berjalan sesuai dengan harapan.
           Isu pokok dalam pengorganisasian pelayanan kesehatan adalah keberadaan, kapasitas serta kesiapan berbagai institusi di daerah yang harus mampu merumuskan kebijakan kesehatan dan melaksanakannya. Institusi tersebut harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi segenap komponen bangsa mengenai Indonesia Sehat 2010 dengan prioritas kegiatan pokok pembangunan kesehatan di daerah.
Ketersediaan organisasi dan sumber daya ini merupakan asupan bagi sebuah proses panjang pada berbagai jenjang administrasi untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, sesuai dengan kebutuhan lokal. Pelayanan tersebut juga harus dapat diterima, baik oleh individu, keluarga, komuniti, kelompok penduduk yang membutuhkan maupun oleh para penyelenggara pelayanan kesehatan sendiri. Berbagai organisasi, institusi dan sumber daya di berbagai jenjang administrasi.Salah satu bentuk organisasi Kesehatan di Tingkat Desa adalah sebagai berikut:
    1. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Berbagai bentuk UKBM tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat pedesaan antara lain Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Obat Desa (POD), Taman Obat Keluarga (TOGA), Pondok Bersalin Desa (Polindes) dan Dana Sehat.
    2. Puskesmas Pembantu (Pustu). Organisasi kesehatan ini merupakan perpanjangan tangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang bertanggung jawab untuk melaksanakan sebagian fungsi puskesmas di desa.
    3. Pos Bersalin Desa (Polindes). Tenaga penolong persalinan di Polindes biasanya adalah Bidan di Desa. Sebagai satu-satunya tenaga kesehatan di desa, Bidan di Desa juga ikut memberikan pelayanan kesehatan dasar lainnya.
Pihak-pihak yang terlibat dalam penggerakkan pelaksanaan pembangunan kesehatan adalah sebagai berikut:
    1. Pemerintah
      Terwujudnya visi Indonesia Sehat 2010 adalah tugas dan tanggung jawab segenap komponen masyarakat. Namun masih kerap terjadi berbagai instansi pemerintah banyak yang kurang peduli terhadap upaya-upaya kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kepedulian semua pihak melalui kerjasama lintas sektor yang harmonis, mangkus dan sangkil. Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang berwawasan kesehatan di semua jenjang administrasi, sistem insentif dan disinsentif untuk para pelaku pembangunan yang telah dengan sungguh memperhitungkan dampak positif dan negatif upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat. Dalam era desentralisasi, peluang keberhasilan pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan terletak pada inovasi para pemimpin di daerah untuk mengembangkan sistem imbalan yang dikaitkan dengan kinerja personil, serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai.
    2. Masyarakat
      • Generasi Muda adalah generasi penerus pembangunan berwawasan kesehatan yang saat ini berusia 0-30 tahun. Potensi generasi muda terletak pada dasar pengetahuan dan keterampilan, kepemimpinan, kesegaran jasmani dan daya kreasi.
      • Lembaga Swadaya Masyarakat mempunyai potensi sumber daya yang sangat besar, jaringan organisasi yang sangat luas (internasional, regional, nasional, lokal) dan peranan yang sangat menentukan dalam pembangunan kesehatan.
      • Kelompok Penduduk Perempuan, mempunyai posisi, peranan, tanggung jawab yang jauh lebih luas dari sekedar kehidupan rumah tangga saja, tetapi berkembang jauh dalam kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh pekerjaan dan tugas-tugas sosial ditengah masyarakat.
      • Kelompok Profesi Kesehatan, mempunyai potensi yang sangat besar sebagai mitra pemerintah dalam perencanaan, pemantauan dan penilaian program pembangunan kesehatan. Kelompok Profesi Kesehatan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kepentingan masyarakat luas dalam hal membina, menjaga dan mengawasi kiprah para anggotanya ditengah masyarakat.
      • Dunia Usaha, mempunyai potensi yang sangat besar dan peran yang akan terus membesar seiring dengan meningkatnya tuntutan pelayanan kesehatan yang makin spesialistik, meningkatnya permintaan penggunaan peralatan kedokteran dan kesehatan yang canggih, serta meningkatnya kemampuan membeli warga masyarakat.
      • Pemuka Masyarakat Non-Formal (guru, pemuka agama, pemimpin adat) mempunyai peran yang sangat besar untuk menyalurkan aspirasi masyarakat sekaligus menggerakkan peranserta masyarakat dalam kegiatan-kegiatan program kesehatan.
      • Masyarakat Desa, adalah obyek dan sekaligus pula subyek pembangunan kesehatan. Kader-kader kesehatan dan kader pembangunan lainnya tumbuh dan berkembang di desa melalui seksi-seksi dalam Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa / Kota (LKMD/K).

1.2  Tujuan
    1. Mengetahui permasalahan yang terjadi dilingkungan masyarakat terutama yang berhubungan dengan Kader Kesehatan
    2. Dengan membahas permasalahan tersebut, diupayakan adanya langkah-langkah yang dapat diambil dalam rangka penyelesaiannya.









BAB II
TINJAUAN TEORITIS


2.1 Kader Kesehatan
            Menurut Departemen Kesehatan RI yang dimaksud dengan Kader Kesehatan adalah siapa saja anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat setempat yang mau dan sanggup bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam melaksanakan kegiatan dan mengerakkan masyarakat untuk melakukan berbagai upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Kader sebaiknya dapat membaca dan menulis serta masih cukup waktu bekerja bagi masyarakat disamping usahanya mencari nafkah.
            Ada berbagai dorongan dan situasi yang membuat seseorang mau menjadi kader ditempat tinggalnya. Dorongan dan situasi tersebut cenderung bervariasi antara kader yang satu dengan kader yang lainnya. Motivasi awal yang dimiliki saat pertama kali memutuskan untuk bersedia menjadi seorang kader kesehatan, antara lain :
·         Ingin membantu tugas Puskesmas
·         Ingin membantu mengabdi kepada masyarakat melalui menjadi kader
·         Berjuang untuk anak balita agar senantiasa orang tuanya datang ke Posyandu secara rutin sehingga anak balita tetap sehat.
·         Bisa lebih dekat dengan anak-anak
·         Cinta dengan kesehatan
·         Mendukung tugas suami sebagai kepala desa/lurah/dukuh
·         Mengisi waktu luang dan menghibur hati
·         Memenuhi permintaan/ajakan teman dan Ibu Desa/Ibu Lurah/Ibu Dukuh (Tantya Issumantri, SKM. 2007).
Apapun motivasi awal yang dimiliki pada saat pertama kali menjadi Kader Kesehatan, saat perjalanan sebagai seorang kader perannya tentu tidak jauh berbeda antara kader yang satu dengan kader yang lainnya yakni mengabdi kepada masyarakat dan membantu pemerintah dalam setiap kegiatan sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Peran kader tersebut dilakukan dengan ikhlas, sungguh mulia dan tentu pantas mendapatkan penghargaan yang tinggi.
Setelah menjadi kader ada beberapa manfaat yang dirasakan antara lain :
·         Merasa menjadi lebih dekat dengan petugas kesehatan
·         Menjadi lebih tahu tentang kesehatan
·         Menjadi lebih percaya diri jika berbincang tentang kesehatan dibandingkan sebelum menjadi kader
·         Menjadi lebih banyak teman dan hubungan silaturahmi
·         Menjadi lebih hati-hati dengan kesehatannya
·         Menjadi lebih dekat dengan anak-anak
·         Menjadi lebih berpengalaman
·         Menjadi lebih banyak pekerjaan yang bermanfaat
·         Lebih dekat dengan masyarakat dalam berkomunikasi
·         Lebih tahu tentang gizi
·         Memiliki Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkessos)
Kader kesehatan selama berkiprah dalam pembangunan kesehatan, memiliki harapan-harapan untuk diri dan masyarakat yang ditujukan kepada berbagai pihak, termasuk pemerintah. Keinginan dan harapan kader antara lain :
·         Kader bisa mendapatkan kesejahteraan dengan memperoleh fasilitas hidup
·         Dukungan dari tokoh masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas kader.
·         Masyarakat lebih mendukung keberadaan kader posyandu
·         Kader benar-benar diperhatikan oleh Pemerintah
·         Adanya insentif bulanan bagi kader
·         Jamkessos tak hanya menjamin kader, tapi bisa untuk seluruh anggota keluarga kader.
·         Ada timbal balik dari pemerintah, karena sudah membantu pemerintah.
·         Ada respon positif dari masyarakat jika kader memberi penyuluhan
·         Balita kurang gizi, agar tetap dan lebih diperhatikan dan kader mendapat reward
·         Bantuan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) tetap berlangsung
·         Selalu dibantu dalam mengatasi masalah kesehatan di masyarakat
·         Petugas kesehatan dapat memberi penyuluhan langsung kepada ibu balita di Posyandu
·         Petugas pemerintah mengikuti kegiatan Posyandu dari awal sampai akhir
·         Petugas Puskesmas bisa datang lebih awal sebelum dimulainya pelayanan Posyandu agar kader bisa konsultasi.
·         Kader dilatih keterampilannya dalam pengukuran-pengukuran kesehatan sederhana, misalnya pengukuran tekanan darah dan sebagainya
Motivasi Awal, manfaat yang diperoleh dan harapan-harapan tersebut tentunya hanyalah sebagian. Jika dikaji lebih jauh akan informasi yang lebih luas dan lengkap tentang suatu kenyataan yang ada pada kader kesehatan. Hal yang penting juga adalah seberapa jauh pemerintah telah memberikan perhatian kepada kader kesehatan dan apa harapan pemerintah terhadap kader kesehatan. (Tantya Issumatry, SKM. 2007).
Peranan Kader dalam kegiatan Posyandu
Peranan kader dalam upaya peningkatan Posyandu sangat besar meliputi
Peranan kader pada saat Posyandu adalah :
1. Melaksanan pendaftaran.
2. Melaksanakan penimbangan bayi dan balita.
3. Melaksanakan pencatatan hassil penimbangan.
4. Memberikan penyuluhan.
5. Memberi dan membantu pelayanan.
6. Merujuk.
Peranan Kader diluar Posyandu (untuk menunjang kegiatan Posyandu)  adalah:
1. Menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan diare.
2. Mengajak ibu-ibu untuk datang para hari kegiatan Posyandu.
3. Menunjang upanya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada:
4. Pemberantasan penyakit menular.
5. Penyehatan rumah.
6. Pembersihan sarang nyamuk.
7. Pembuangan sampah.
8. Penyediaan sarana air bersih.
9. Menyediakan sarana jamban keluarga.
10. Pembuatan sarana pembuangan air limbah.
11. Pemberian pertolongan pertama pada penyakit. (Dinkes Bone Bolango, 2008).

2.2 Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan  adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998). Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha, dkk., 2002).
Menurut Effendy, 1998. Tujuan Pendidikan kesehatan :
·         Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
·         Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
·         Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan adalah :
·         Tingkat Pendidikan
·         Tingkat Sosial Ekonomi
·         Adat Istiadat
·         Kepercayaan Masyarakat
·         Ketersediaan Waktu di Masyarakat (Effendy, 1998).
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah :
·         Metode Ceramah
·         Metode Diskusi Kelompok
·         Metode Curah Pendapat
·         Metode Panel
·         Metode Bermain Peran
·         Metode Demonstrasi
·         Metode Simposium
·         Metode Seminar (Notoatmojo, 2002).
Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, penyuluh yang baik harus melakukan penyuluhan sesuai langkah-langkah dalam penyuluhan kesehatan masyarakat sebagai berikut (Effendy, 2008) :
·         Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat
·         Menetapkan masalah kesehatan masyarakat
·         Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan kesehatan masyarakat
·         Menyusun perencanaan penyuluhan
1.    menetapkan tujuan
2.    penentuan sasaran
3.    menyusun materi/isi penyuluhan
4.    memilih metode yang tepat
5.    pelaksanaan penyuluhan
6.    penilaian hasil penyuluhan
7.    tindak lanjut dari penyuluhan





BAB III
RUMUSAN MASALAH


3.1 Masalah
Kader kesehatan tidak mampu membuat pencatatan dan pelaporan, serta tidak mampu memberikan informasi kepada masyarakat yang datang di Posyandu tentang Kesehatan.
Penyebab Masalah :
  1. kurangnya pengetahuan kader mengenai pencatatan dan pelaporan
  2. kurangnya pengetahuan kader tentang ilmu kesehatan
  3. kurangnya pembinaan kader Posyandu oleh tenaga kesehatan

3.2 Upaya Penyelesaian Masalah
1.    Unsur Masukan
·         Tenaga : Petugas kesehatan yang menguasai tentang pencatatan dan pelaporan serta penyuluhan kesehatan; kader kesehatan; Tokoh Masyarakat.
·         Dana: Transport dan Lumpsum peserta
·         Sarana: Tempat/gedung pertemuan; alat-alat untuk Pelatihan.
2.   Unsur Lingkungan
·         Kebijakan Pemerintah menyelenggarakan pelatihan bagi kader kesehatan
·         Kader aktif minimal 4 orang dalam satu Posyandu.
3.   Proses
·         Penyelenggaraan Pelatihan bagi Kader Kesehatan
·         Keluaran : Kader Kesehatan mampu menguasai pencatatan dan pelaporan,  dan Pengetahuan Kesehatan.

3.3 Saran dan Tindak Lanjut
1.    Adanya Petugas Kesehatan yang mampu memberikan materi dan tersedianya sarana serta prasarana yang cukup.
2.    Kerjasama yang baik antar lintas program dan lintas sektoral.
3.    Adanya pembinaan berkesinambungan bagi kader.
4.    Merencanakan program inovatif dengan tokoh masyarakat.
5.    Tersedianya sumber dana untuk pelaksanaan pelatihan kader.








BAB IV
PENUTUP


4.1 Kesimpulan
1.    Kader kesehatan adalah salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam upaya membantu pemerintah meningkatkan derajat kesehatan yang optimal menuju Indonesia Sehat 2010, oleh karena itu perlu dibina dan diperhatikan harapan-harapannya.
2.    Peranan lintas sektor dan lintas program berpengaruh dalam keberhasilan pembinaan kader kesehatan.
3.    Peran serta aktif masyarakat meningkatkan daya guna dan hasil guna kader kesehatan.

4.2 Saran
1.    Diharapkan agar tenaga kesehatan yang ikut terjun langsung di masyarakat dapat membina terus kader kesehatan
2.    Diharapkan kepada lintas sektor agar lebih aktif bekerja sama dengan lintas terkait demi terwujudnya kader kesehatan yang profesional.
3.     Diharapkan keikhlasan dan partisipasi aktif para kader dalam mengikuti pelatihan demi pengabdiannya di masyarakat.





















DAFTAR PUSTAKA

http://dinkeskulonprogo.org, Kader Kesehatan; Tantya Issumatri, SKM. 2007.
http://one.indoskripsi.com, Masalah Rendahnya Penimbangan Balita di     Posyandu dan Pemecahannya; 2008.
http://perencanaankesehatan-kmpk.ugm.ac.id, District Team Problem Solving; 2007.
http://creasoft.wordpress.com, Penyuluhan Kesehatan; 2008.